Rentan Nasib Industri RI di Negosiasi Dagang dengan AS, Kenapa? Ancaman Nyata Menghadang Indonesia

Sabtu, 26 April 2025 oleh aisyah

Rentan Nasib Industri RI di Negosiasi Dagang dengan AS, Kenapa? Ancaman Nyata Menghadang Indonesia

Negosiasi Dagang Indonesia-AS: Ancaman atau Peluang?

Indonesia dan Amerika Serikat (AS) kembali bernegosiasi. Setelah ancaman perang dagang dari mantan Presiden AS Donald Trump, kedua negara sepakat melanjutkan pembicaraan selama 60 hari, dimulai 16 April lalu. Tim Indonesia, dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, terbang ke Washington DC untuk bertemu perwakilan AS. Indonesia menawarkan sejumlah kebijakan dengan harapan AS menurunkan tarif dagang.

Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan lima poin kesepakatan, antara lain penyesuaian tarif bea masuk produk AS, peningkatan impor migas, mesin, teknologi, dan produk pertanian AS, reformasi perpajakan dan kepabeanan, penyesuaian langkah-langkah non-tarif seperti TKDN, dan penanggulangan banjir barang impor.

Airlangga Hartarto sempat menyebutkan Indonesia akan meningkatkan impor dari AS hingga US$19 miliar atau sekitar Rp318,9 triliun. Namun, sejumlah pengamat ekonomi menyoroti potensi kerentanan Indonesia dalam kesepakatan ini.

TKDN: Perlindungan Industri Lokal Terancam?

Direktur Celios, Nailul Huda, menyoroti pelonggaran TKDN. Menurutnya, hal ini dapat mengganggu industri dalam negeri jika tidak dihitung dengan cermat. "TKDN adalah garda terdepan perlindungan industri dalam negeri," tegasnya. Pelonggaran ini dikhawatirkan menggoyang industri yang telah tumbuh, terutama di sektor teknologi. Selain itu, kebijakan ini dinilai kurang adil bagi perusahaan yang telah taat aturan TKDN dan berinvestasi besar.

Strategi Prabowo: Ampuh Tapi Berisiko

Huda juga menyoroti strategi Prabowo Subianto untuk meningkatkan impor dari AS. Meskipun strategi ini mungkin ampuh meredam ancaman tarif dari Trump, Huda mengingatkan agar perdagangan Indonesia tidak sampai defisit secara total.

Potensi Indonesia Jadi Pasar Konsumsi AS?

Yusuf Rendy Manilet, peneliti CORE Indonesia, mengkhawatirkan potensi Indonesia menjadi pasar konsumsi AS semata jika peningkatan impor tidak diimbangi penguatan industri dalam negeri. Hal ini dapat merusak daya saing nasional dalam jangka panjang.

Yusuf juga menyoroti reformasi perpajakan dan kepabeanan. Meskipun penting untuk efisiensi dan transparansi, pelaksanaannya harus hati-hati dan bertahap, mempertimbangkan kapasitas institusi dan kesiapan pelaku usaha nasional.

Negosiasi Setara, Bukan Utang Budi

Yusuf mengingatkan pemerintah agar tidak reaktif dan menuntut pengurangan tarif yang signifikan untuk produk ekspor unggulan Indonesia. Indonesia tidak berutang budi kepada AS dan harus menempatkan diri setara dalam negosiasi ini. AS telah meraup untung besar dari ekspor jasa ke Indonesia, dan Indonesia pun telah melonggarkan banyak aturan untuk produk AS.

Berikut beberapa tips agar Indonesia dapat memaksimalkan negosiasi dagang dengan AS:

1. Perkuat daya saing produk ekspor - Fokus pada peningkatan kualitas dan inovasi produk ekspor unggulan Indonesia agar memiliki nilai tawar yang lebih tinggi. Misalnya, mengembangkan produk tekstil dengan teknologi ramah lingkungan.

2. Diversifikasi pasar ekspor - Jangan terlalu bergantung pada pasar AS. Eksplorasi pasar potensial lainnya untuk mengurangi risiko jika terjadi hambatan perdagangan dengan AS. Misalnya, meningkatkan ekspor ke negara-negara ASEAN atau Afrika.

3. Bersikap tegas dalam negosiasi - Sampaikan kepentingan Indonesia dengan jelas dan tegas. Jangan ragu untuk menolak kesepakatan yang merugikan. Misalnya, menolak pelonggaran TKDN yang berlebihan.

4. Penguatan industri dalam negeri - Dorong investasi dan inovasi dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk impor. Misalnya, memberikan insentif fiskal bagi industri yang menggunakan teknologi tinggi.

5. Transparansi dan akuntabilitas - Pastikan proses negosiasi dan kesepakatan yang dicapai transparan dan akuntabel kepada publik. Misalnya, dengan melibatkan stakeholders terkait dalam proses negosiasi.

Apa dampak pelonggaran TKDN terhadap industri lokal, Bu Ani?

(Rosan Roeslani, Ketua Kadin Indonesia) Pelonggaran TKDN bisa menjadi bumerang bagi industri lokal. Persaingan akan semakin ketat, dan jika industri dalam negeri tidak siap, mereka bisa tergilas produk impor. Pemerintah perlu berhati-hati dan memastikan industri lokal siap sebelum melonggarkan TKDN.

Bagaimana strategi yang tepat untuk meningkatkan ekspor ke AS, Pak Budi?

(Ferryanto Chalim, Ekonom) Kunci utamanya adalah meningkatkan nilai tambah produk ekspor. Kita harus fokus pada produk-produk yang memiliki keunggulan kompetitif dan dibutuhkan pasar AS. Inovasi dan riset menjadi kunci penting.

Apa yang harus diwaspadai dalam negosiasi dagang dengan AS, Pak Dedi?

(Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif INDEF) Kita harus mewaspadai jebakan liberalisasi perdagangan yang merugikan. Pemerintah harus memastikan kesepakatan yang dicapai memberikan manfaat yang seimbang bagi kedua negara, bukan hanya menguntungkan AS.

Bagaimana cara melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor, Bu Eni?

(Bhima Yudhistira, Direktur Celios) Selain TKDN, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap produk impor. Penting juga untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri melalui inovasi, efisiensi, dan peningkatan kualitas produk.

Apa peran masyarakat dalam mendukung negosiasi dagang ini, Pak Fahri?

(Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan) Masyarakat bisa berperan dengan mengutamakan produk dalam negeri. Dengan membeli produk lokal, kita turut memperkuat industri dalam negeri dan meningkatkan daya saing nasional.