Inilah Transformasi Sistem Pangan,Gizi Indonesia, Menuju Badan Gizi Nasional yang Ideal demi kesehatan generasi mendatang
Sabtu, 10 Mei 2025 oleh aisyah
Transformasi Sistem Pangan-Gizi Indonesia: Mengawal Badan Gizi Nasional Menuju Masa Depan Sehat
Langkah besar telah diambil! Pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 patut kita apresiasi setinggi-tingginya. Dengan anggaran fantastis sebesar Rp71 triliun di tahun 2025, BGN mengemban tugas mulia: menurunkan angka stunting, memperbaiki status gizi masyarakat, dan memperkuat sistem pangan Indonesia secara keseluruhan.
Tapi, ingat! Kesuksesan BGN bukan hanya soal membagikan makanan sebanyak-banyaknya. Lebih dari itu, BGN harus mampu membangun sistem gizi yang berkelanjutan. Salah satu kuncinya? Pendekatan Pertanian Sensitif Gizi (Nutrition-Sensitive Agriculture/NSA).
Apa Sebenarnya Pertanian Sensitif Gizi (NSA) Itu?
Sederhananya, NSA adalah cara mengembangkan pertanian yang fokus pada peningkatan gizi masyarakat, bukan hanya peningkatan produksi atau pendapatan petani. NSA melihat seluruh rantai pangan, mulai dari jenis tanaman yang ditanam, cara mendistribusikan hasil panen, hingga bagaimana masyarakat mengonsumsi makanan tersebut. Tujuannya jelas: meningkatkan kualitas dan keragaman pangan yang dikonsumsi, terutama oleh kelompok yang paling rentan, seperti anak-anak dan ibu hamil.
Pendekatan NSA memiliki tiga pilar utama yang saling berhubungan erat:
- Diversifikasi Pangan Berbasis Lokal: Memastikan ketersediaan sumber protein, vitamin, dan mineral yang beragam dari sumber-sumber lokal.
- Pemberdayaan Petani Kecil: Memberikan petani kecil, khususnya perempuan, akses dan kontrol yang lebih besar terhadap produksi dan konsumsi pangan sehat.
- Penguatan Sistem Pangan Lokal: Membangun sistem pangan yang tangguh dan inklusif, mampu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat secara berkelanjutan.
Mengapa NSA Begitu Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG)?
Program MBG adalah ambisi besar pemerintah untuk menyediakan makanan bergizi bagi lebih dari 80 juta penerima manfaat di sekolah dan komunitas. Tapi, tanpa NSA, program ini berisiko menjadi sekadar proyek konsumsi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah: ketimpangan akses pangan, dominasi makanan ultraproses, dan terputusnya hubungan antara petani dan konsumen.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip NSA, Program MBG bisa memberikan dampak ganda yang luar biasa:
- Meningkatkan status gizi peserta dengan menyediakan makanan segar, lokal, dan beragam.
- Menggerakkan roda ekonomi desa dengan menyerap hasil panen dari petani, nelayan, peternak kecil, dan UMKM pangan lokal.
- Menanamkan edukasi pangan sehat berbasis budaya melalui dapur layanan yang terintegrasi dengan kegiatan belajar di sekolah.
Singkatnya, NSA memberikan dimensi keberlanjutan dan keadilan pada pelaksanaan MBG.
Lebih dari Sekadar Membagikan Makanan
Program MBG yang dijalankan BGN sejak Januari 2025 adalah salah satu program gizi terbesar dalam sejarah Indonesia. Targetnya mencakup lebih dari 80 juta anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Lebih dari 1.200 dapur layanan (SPPG) sudah beroperasi, dari total target lebih dari 30.000 SPPG.
Namun, jika MBG hanya menjadi cara membagikan makanan dari produsen besar ke konsumen, kita akan kehilangan kesempatan emas untuk memperkuat ketahanan pangan lokal. Di sinilah NSA berperan penting: menghubungkan produksi pangan lokal, penghidupan petani kecil, dan konsumsi masyarakat dalam satu sistem yang saling mendukung.
Bagaimana BGN Bisa Memainkan Peran Strategis dalam NSA?
Sebagai badan nasional, BGN memiliki posisi yang sangat strategis untuk menjadikan NSA sebagai landasan kebijakan. Berikut tiga langkah konkret yang bisa dilakukan:
a. Menghubungkan Petani Lokal dengan Rantai Pasok MBG
BGN bisa bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Bapanas, dan pemerintah daerah untuk mengembangkan model kemitraan antara dapur layanan dengan koperasi tani dan UMKM pangan. Ini akan mendukung petani kecil dan memastikan bahan pangan yang digunakan dalam MBG segar, terjangkau, dan sesuai dengan konteks lokal.
b. Mendorong Diversifikasi Produksi Pangan Gizi-Sensitif
Selama ini, kebijakan pertanian nasional cenderung fokus pada padi, jagung, dan tebu. Padahal, sumber protein hewani, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan buah lokal adalah kunci untuk memperbaiki kualitas gizi. BGN bisa memberikan insentif bagi produksi pangan gizi-sensitif sebagai bagian dari strategi nasional.
c. Edukasi Konsumsi Sehat Berbasis Produksi Lokal
Dapur MBG harus menjadi pusat pembelajaran, bukan hanya tempat memasak. Melalui pelatihan pengelola dapur dan edukasi di sekolah, BGN bisa membentuk perilaku makan sehat yang sesuai dengan budaya dan geografis setempat. Ini sekaligus mendorong ketahanan gizi berbasis keluarga.
Tantangan yang Harus Diatasi: Koordinasi dan Sistem Data
NSA membutuhkan kolaborasi lintas sektor yang kuat. Sayangnya, kebijakan pertanian, pendidikan, dan kesehatan seringkali berjalan sendiri-sendiri. BGN harus membangun mekanisme kerja terpadu lintas kementerian dan daerah, misalnya dengan membentuk *task force* pangan dan gizi lokal yang fokus pada implementasi program NSA secara konkret.
Tantangan lainnya adalah kurangnya data mikro terkait lingkungan pangan, preferensi konsumsi lokal, dan kapasitas produksi komunitas. Tanpa pemetaan pangan lokal yang sistematis, upaya NSA akan sulit ditargetkan secara efektif. BGN perlu membangun sistem pemantauan yang mengintegrasikan data gizi dan data pangan dalam satu platform yang bisa digunakan untuk perencanaan berbasis bukti.
Belajar dari Praktik Terbaik di Dunia
Pendekatan NSA bukanlah hal baru di dunia. Brasil, melalui Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE), mewajibkan minimal 30% bahan makanan untuk sekolah dibeli dari petani kecil lokal. Kebijakan ini berhasil meningkatkan pendapatan petani, memperkaya keragaman pangan, dan meningkatkan kualitas gizi anak sekolah.
Di Ethiopia, program nasional mengintegrasikan penyuluh pertanian dan petugas kesehatan dalam satu sistem lintas sektor yang mendampingi keluarga petani. Mereka memberikan edukasi gizi berbasis produksi dan konsumsi lokal. Model ini terbukti meningkatkan asupan zat besi dan vitamin A dalam rumah tangga sasaran.
Bhutan menggunakan kebijakan *Farm to School* untuk memperpendek rantai pasok dan menjaga kesegaran bahan makanan di sekolah. Penerapan ini juga menciptakan hubungan budaya yang lebih dalam antara anak-anak dan tradisi pangan lokal mereka.
Indonesia memiliki potensi besar untuk mengadaptasi praktik-praktik tersebut, dengan konteks geografis dan kultural yang kaya. BGN bisa mengambil peran sentral dalam membangun sistem kebijakan yang tidak hanya menyalin, tapi menyesuaikan dengan kekayaan sumber daya pangan kita sendiri.
Implikasi Jangka Panjang: Dari Program Menuju Sistem
Jika kita melihat lebih jauh, keberadaan BGN dan pendekatan NSA tidak hanya berdampak pada gizi hari ini, tetapi juga membentuk sistem pangan masa depan. Ketahanan pangan tidak bisa dicapai hanya dengan subsidi dan bantuan pangan. Ia harus tumbuh dari kekuatan produksi lokal, nilai budaya konsumsi, dan sistem logistik yang adil.
NSA adalah pendekatan jangka panjang yang menghubungkan petani dengan pasar, anak-anak dengan dapur sekolah, dan masyarakat dengan kebun pekarangannya. Ini adalah strategi pembangunan ekonomi desa yang berbasis gizi, bukan sekadar proyek jangka pendek.
Membangun Arsitektur Gizi yang Terintegrasi
BGN hadir pada momen yang sangat penting. Di satu sisi, Indonesia menghadapi tantangan stunting dan gizi buruk. Di sisi lain, kita memiliki peluang untuk mereformasi sistem pangan agar lebih tangguh, inklusif, dan adil bagi petani kecil.
NSA menawarkan pendekatan menyeluruh untuk menjawab tantangan ini. Ia bukan hanya tentang apa yang kita makan, tetapi bagaimana makanan itu diproduksi, didistribusikan, dan diajarkan dalam masyarakat.
Jika BGN mampu mengarusutamakan NSA, maka MBG tidak akan berhenti pada makanan gratis, tetapi akan menjadi fondasi pembangunan manusia yang sehat dan berdaulat pangan.
Ingin keluarga Anda lebih sehat dan kuat? Yuk, ikuti tips praktis berikut yang bisa Anda terapkan sehari-hari dengan pendekatan Pertanian Sensitif Gizi (NSA):
1. Manfaatkan Pekarangan Rumah untuk Menanam Sayuran dan Buah - Tidak perlu lahan luas, cukup dengan pot atau полиbag, Anda sudah bisa menanam sayuran seperti bayam, kangkung, atau cabai. Selain lebih segar, Anda juga bisa menghemat pengeluaran dan memastikan keamanan pangan keluarga.
Contohnya, tanamlah beberapa jenis sayuran yang berbeda agar asupan vitamin dan mineral keluarga Anda lebih lengkap.
2. Dukung Petani Lokal dengan Membeli Produk Mereka - Saat berbelanja, usahakan untuk membeli produk pertanian langsung dari petani atau pasar tradisional. Dengan begitu, Anda tidak hanya mendapatkan bahan makanan yang lebih segar, tetapi juga membantu meningkatkan perekonomian petani lokal.
Misalnya, belilah sayuran organik dari petani di desa tetangga atau buah-buahan musiman langsung dari kebunnya.
3. Variasikan Menu Makanan dengan Sumber Protein Nabati - Jangan hanya bergantung pada daging atau ayam sebagai sumber protein. Kacang-kacangan seperti tempe, tahu, dan kacang hijau juga merupakan sumber protein yang baik dan terjangkau.
Cobalah resep-resep baru yang menggunakan bahan-bahan tersebut, seperti sup kacang merah, tumis tahu tempe, atau bubur kacang hijau.
4. Kurangi Konsumsi Makanan Ultraproses - Makanan ultraproses seperti mie instan, makanan ringan kemasan, dan minuman manis mengandung banyak gula, garam, dan lemak yang tidak baik untuk kesehatan. Batasi konsumsi makanan ini dan perbanyak konsumsi makanan segar dan alami.
Gantilah camilan kemasan dengan buah-buahan segar atau kacang-kacangan tanpa tambahan gula dan garam.
5. Libatkan Anak-Anak dalam Kegiatan Memasak dan Berkebun - Ajak anak-anak untuk membantu Anda memasak atau berkebun. Dengan begitu, mereka akan lebih mengenal bahan makanan dan proses pengolahannya, serta lebih termotivasi untuk makan makanan sehat.
Biarkan mereka memilih sayuran yang ingin ditanam di kebun atau membantu Anda menyiapkan salad buah.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Badan Gizi Nasional (BGN), menurut pendapat Bambang?
Menurut Dr. Ir. Bambang Hendroyono, M.M., Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, BGN adalah lembaga yang sangat penting untuk mengoordinasikan berbagai program gizi di Indonesia, sehingga kita bisa lebih efektif dalam mengatasi masalah stunting dan gizi buruk.
Mengapa Pertanian Sensitif Gizi (NSA) penting dalam Program Makan Bergizi Gratis, menurut pendapat Siti?
Menurut Prof. Dr. Ir. Siti Muslimatun, M.Sc., Guru Besar Ilmu Gizi IPB University, NSA sangat penting karena memastikan bahwa program MBG tidak hanya memberikan makanan, tetapi juga mendukung petani lokal dan mendorong produksi pangan yang beragam dan bergizi. Dengan begitu, program ini bisa memberikan dampak jangka panjang bagi kesehatan dan perekonomian masyarakat.
Bagaimana cara BGN bisa menghubungkan petani lokal dengan rantai pasok MBG, menurut pendapat Joko?
Menurut Ir. Joko Supriyanto, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, BGN bisa bekerja sama dengan koperasi tani dan UMKM pangan untuk memasok bahan makanan ke dapur layanan MBG. Ini akan memberikan pasar yang stabil bagi petani lokal dan memastikan bahwa makanan yang disajikan segar dan berkualitas.
Apa saja tantangan yang dihadapi BGN dalam menerapkan NSA, menurut pendapat Ani?
Menurut Dr. Ani Mulyani, Ahli Gizi Masyarakat dari Universitas Indonesia, salah satu tantangan terbesar adalah koordinasi antar sektor. BGN perlu membangun kerjasama yang kuat dengan kementerian pertanian, pendidikan, dan kesehatan, serta pemerintah daerah, agar program NSA bisa berjalan efektif di seluruh Indonesia.
Apa yang bisa kita pelajari dari program serupa di negara lain, seperti Brasil dan Ethiopia, menurut pendapat Budi?
Menurut Budi Santoso, S.Sos, M.Si., pengamat kebijakan publik, kita bisa belajar dari Brasil tentang bagaimana mewajibkan pembelian bahan makanan dari petani lokal untuk sekolah. Sementara dari Ethiopia, kita bisa belajar tentang integrasi antara penyuluh pertanian dan petugas kesehatan untuk memberikan edukasi gizi yang komprehensif kepada keluarga petani. Ini adalah contoh-contoh praktik baik yang bisa kita adaptasi di Indonesia.
Bagaimana cara masyarakat bisa berpartisipasi dalam mendukung program BGN dan NSA, menurut pendapat Rina?
Menurut Rina Wahyuni, seorang ibu rumah tangga dan pegiat pangan sehat, masyarakat bisa berpartisipasi dengan membeli produk dari petani lokal, menanam sayuran di pekarangan rumah, dan mengurangi konsumsi makanan ultraproses. Selain itu, kita juga bisa mendukung program edukasi gizi di sekolah dan komunitas agar lebih banyak orang sadar akan pentingnya makanan sehat dan bergizi.