Bantuan Dipangkas, Pengungsi Myanmar di Thailand Dihantui Ancaman Kelaparan Krisis Kemanusiaan Memburuk

Senin, 28 April 2025 oleh aisyah

Bantuan Dipangkas, Pengungsi Myanmar di Thailand Dihantui Ancaman Kelaparan Krisis Kemanusiaan Memburuk

Bayang-bayang Kelaparan Menghantui Pengungsi Myanmar di Thailand Akibat Pemangkasan Bantuan

Puluhan ribu pengungsi Myanmar di Thailand menghadapi ancaman kelaparan yang semakin nyata. Pemangkasan dana bantuan luar negeri, dipicu oleh meningkatnya permintaan global dan inflasi yang tak terkendali, memaksa lembaga amal di Thailand untuk mengurangi jatah makanan secara drastis. Kondisi ini semakin memprihatinkan bagi mereka yang telah melarikan diri dari kekerasan dan perang saudara di Myanmar.

Lebih dari 80% dari 100.000 pengungsi yang tinggal di sembilan kamp di perbatasan Thailand-Myanmar terdampak pemangkasan ini. Sebagian besar dari mereka telah berlindung di kamp-kamp tersebut sejak tahun 1980-an, menurut The Border Consortium, aliansi lembaga amal yang menjadi tulang punggung penyediaan pangan bagi para pengungsi. Terjebak dalam larangan pemerintah Thailand untuk bekerja di luar kamp, dan minimnya peluang mata pencaharian di dalam kamp, mereka sangat bergantung pada bantuan untuk bertahan hidup.

Krisis Pendanaan Picu Pemangkasan Bantuan

Akar permasalahan ini bermula dari keputusan Departemen Luar Negeri AS tahun lalu untuk memangkas anggaran The Border Consortium, yang biasanya mendanai lebih dari setengah anggaran tahunan mereka. "Kami meminta $20 juta, tetapi hanya menerima $15 juta, cukup untuk bertahan hingga Juli 2025," ungkap Leon de Riedmatten, Direktur Eksekutif konsorsium tersebut.

Situasi semakin rumit dengan inflasi yang meroket, fluktuasi nilai tukar, dan lonjakan jumlah pengungsi. Konsorsium mencatat hampir 30.000 pengungsi baru tiba di sembilan kamp perbatasan sejak kudeta militer Myanmar tahun 2021. "Berbagai faktor telah meningkatkan pengeluaran kami, dan kini... dana yang ada tidak akan cukup untuk melanjutkan bantuan pangan dengan skala yang sama," lanjut De Riedmatten. Ketidakpastian menyelimuti kelanjutan bantuan setelah Juli 2025, bergantung pada keputusan para donor.

Ketidakpastian Pangan yang Kian Melebar

Para pengungsi yang terdaftar dalam program bantuan pangan menerima kartu digital dengan saldo bulanan sesuai kebutuhan. The Border Consortium memastikan rumah tangga yang sangat bergantung pada kartu ini akan tetap menerima saldo seperti sebelumnya. Namun, 83% pengungsi di rumah tangga standar, yang biasanya dapat memenuhi sebagian kebutuhan mereka sendiri melalui kebun kecil, pekerjaan sederhana di dalam kamp, atau bantuan kerabat, akan merasakan dampak pemangkasan ini.

"Mungkin kami hanya akan makan dua kali sehari, mungkin sekali sehari, atau bahkan harus mengurangi porsi makan kami," ujar seorang pengungsi di kamp Mae Le yang enggan disebutkan namanya karena khawatir akan tindakan otoritas Thailand. "Apa pun yang kami terima, kami harus menerima kenyataan ini."

Malnutrisi pada Anak Meningkat

Survei terbaru menunjukkan peningkatan malnutrisi di kalangan anak-anak pengungsi. Malnutrisi akut meningkat menjadi 3,4% sejak 2019, sementara malnutrisi kronis melonjak menjadi 25,7% pada tahun lalu, dari 21,5% pada tahun sebelumnya. Tim Moore, Direktur Program Thailand untuk The Border Consortium, mengaitkan kenaikan malnutrisi kronis dengan meningkatnya jumlah pengungsi dari Myanmar akibat perang saudara yang melumpuhkan negara tersebut. Meskipun pemangkasan bantuan pangan telah dilakukan, Moore menegaskan bahwa kamp-kamp pengungsi masih memiliki protokol untuk mendeteksi dan menangani malnutrisi.

Mencari Solusi di Tengah Ketidakpastian

De Riedmatten menyatakan bahwa konsorsium sedang mencari solusi untuk mengatasi krisis ini. Mereka berharap pemerintah Thailand akan mengizinkan pengungsi bekerja di luar kamp, meskipun usulan serupa telah ditolak sebelumnya. "Kami belum sampai pada titik itu, saya sungguh berharap kita bisa menemukan cara untuk menyelesaikan masalah ini sebelum situasi menjadi benar-benar tak terpecahkan," pungkas De Riedmatten.

Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa Anda lakukan untuk membantu para pengungsi Myanmar:

1. Donasi ke Lembaga Kemanusiaan - Donasi, sekecil apa pun, dapat memberikan dampak besar. Cari lembaga terpercaya yang bekerja langsung dengan pengungsi Myanmar, seperti The Border Consortium atau UNHCR.

Contoh: Donasi Rp 50.000 dapat membantu menyediakan makanan untuk seorang pengungsi selama beberapa hari.

2. Sebarkan Informasi - Bagikan informasi tentang krisis pengungsi Myanmar di media sosial Anda. Kesadaran publik dapat mendorong lebih banyak orang untuk membantu.

Contoh: Bagikan artikel berita atau postingan dari lembaga kemanusiaan di akun media sosial Anda.

3. Dukung Bisnis Sosial yang Memberdayakan Pengungsi - Jika memungkinkan, beli produk atau jasa dari bisnis sosial yang mempekerjakan atau mendukung pengungsi. Ini membantu mereka membangun kemandirian ekonomi.

Contoh: Cari produk kerajinan tangan yang dibuat oleh pengungsi Myanmar.

4. Sukarelawan - Jika Anda memiliki waktu dan keahlian yang relevan, pertimbangkan untuk menjadi sukarelawan di organisasi yang membantu pengungsi.

Contoh: Mengajar bahasa, memberikan pelatihan keterampilan, atau membantu dalam distribusi bantuan.

5. Tulis Surat kepada Perwakilan Pemerintah - Suarakan kepedulian Anda kepada pemerintah dan desak mereka untuk mengambil tindakan lebih lanjut dalam membantu pengungsi Myanmar, termasuk memberikan izin kerja.

Contoh: Kirim email atau surat fisik kepada anggota parlemen Anda.

Apa dampak utama pemangkasan bantuan pangan bagi pengungsi Myanmar di Thailand, Bu Sri Mulyani?

(Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI) Dampaknya sangat signifikan, terutama bagi kelompok yang paling rentan. Pemangkasan bantuan pangan dapat memperburuk kondisi kemiskinan, meningkatkan malnutrisi, dan mengancam kesehatan serta kesejahteraan para pengungsi. Ini juga dapat memicu ketidakstabilan sosial di kamp-kamp pengungsian.

Mengapa pemerintah Thailand melarang pengungsi Myanmar bekerja, Pak Retno Marsudi?

(Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI) Pemerintah Thailand memiliki kebijakan dan pertimbangan internal terkait isu pengungsi, termasuk kekhawatiran akan persaingan di pasar tenaga kerja dan beban sosial. Namun, penting bagi semua pihak untuk mencari solusi berkelanjutan yang menghormati hak asasi manusia dan martabat para pengungsi.

Apa saja solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis pangan pengungsi ini, Pak Ganjar Pranowo?

(Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah) Solusi jangka panjang harus melibatkan pemberdayaan pengungsi agar mandiri secara ekonomi. Ini bisa melalui pelatihan kejuruan, akses ke modal usaha, dan advokasi untuk izin kerja. Selain itu, perlu kerjasama internasional untuk mencari solusi politik bagi krisis di Myanmar.

Bagaimana masyarakat Indonesia bisa berkontribusi membantu pengungsi Myanmar, Ibu Tri Rismaharini?

(Tri Rismaharini, Menteri Sosial RI) Masyarakat Indonesia dapat berkontribusi melalui donasi ke lembaga kemanusiaan terpercaya yang menyalurkan bantuan ke pengungsi Myanmar. Selain itu, menyebarkan informasi mengenai kondisi pengungsi juga penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong lebih banyak bantuan.

Apa saja tantangan utama dalam memberikan bantuan kepada pengungsi di perbatasan, Pak Anies Baswedan?

(Anies Baswedan, Akademisi dan Mantan Gubernur DKI Jakarta) Tantangannya beragam, mulai dari akses ke lokasi yang sulit, birokrasi, hingga keamanan. Koordinasi antar lembaga kemanusiaan dan pemerintah juga penting untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan efektif.

Apa peran penting media dalam memberitakan isu pengungsi Myanmar, Pak Najwa Shihab?

(Najwa Shihab, Jurnalis dan Presenter) Media memiliki peran krusial dalam memberikan informasi yang akurat dan berimbang mengenai krisis pengungsi Myanmar. Liputan yang mendalam dan humanis dapat meningkatkan empati publik serta mendorong dukungan dan solusi konkret.